Terbentur, Terbentur, Terbentur, Tersungkur, dan Terpekur
“The Era has come to an end”. sebuah kalimat yang digaunglantangkan oleh Ten Hag ketika awal menjabat sebagai Pelatih kepala Manchester United. Menggelegar memang, Jiwa-Jiwa Mancunian yang telah berubah inferior kembali berkobar jumawa. Kata-kata “tsunami Trofi” bertebaran layaknya foto-foto para Caleg di masa kampanye.
Para fans rival pun sedikit khawatir — meski cuma sebesar biji zarrah — , walaupun sudah berkali-kali melihat pola alur yang demikian, yakni Terbentur,Terbentur, Terbentur, Tersungkur, lalu kemudian Terpekur.
Khawatir muncul bukan karena tanpa sebab, Kecerdasan Ten Hag di Ajax Amsterdam memang sudah menggema lama di telinga para penikmat sepak bola dunia. Menukangi Ajax pada tahun 2017 menggantikan Pelatih berkepala plontos lainnya yaitu Marcel Keizer, Ten Hag membawa Ajax kokoh di posisi ke-2, berbeda dari pemuncak klasemen saat itu PSV Eindhoven. Musim selanjutnya, ia membawa Ajax yang saat itu di dominasi oleh anak-anak muda menjuarai Eredivisie hingga tiga kali yaitu pada musim 2018–2019, 2020–2021, dan di musim terakhirnya 2021–2022. di turnamen para Juara yaitu Champions League pada musim 2018–2019, ia juga berhasil mempercundangi Real Madrid hingga Juventus yang kala itu diperkuat oleh Cristiano Ronaldo. Penampilan mereka yang memanjakan mata dengan permainan umpan-umpan pendek nan rapat khas para Cruyffian (istilah para pengikut Johan Cruyff),membuat De Godenzonen kembali dielu-elukan namanya seperti di zaman ketika Van Der Sar masih berdiri kokoh di bawah mistar mereka. semangat juang tinggi, permainan atraktif, kerja sama yang apik, umpan-umpan pendek yang menyegarkan mata, memang begitulah seharusnya tim “Cruyff” bermain kata orang-orang.
23 Mei 2022, Ten Hag resmi menerima pinangan Manchester United yang kala itu ditinggal oleh Ralf Rangnick yang sudah tidak sanggup dengan “Skuad Sampah” yang dimiliki oleh The Red Devil meski di dalam skuad saat itu ada sang mega bintang Cristiano Ronaldo yang baru saja kembali pulang dari perjalanannya melalang buana ke Kota Madrid hingga ke Kota Turin. Suara-suara sumbang sayup-sayup terdengar justru dari fans Manchester United sendiri. apa boleh buat, mulai dari penunjukkan The Chosen One David Moyes hingga Ole Gunnar Solskjaer, semuanya hanya menambah luka dan trauma tak berkesudahan di hati para Mancunian. Mereka pesimis bukan karena Ten Hag tak memiliki taktik berlapis, mereka khawatir Ten Hag tidak mampu menangani ruang ganti Manchester United yang terkenal sulit sekali ditangani. terlebih saat itu ada CR7 (julukan Cristiano Ronaldo) yang juga terkenal punya pengaruh sangat kuat di ruang ganti dimana klub ia bermain.
begitu musim 2022–2023 dimulai, beberapa pertandingan awal menunjukkan Ten Hag memberi dampak yang positif terhadap permainan United, yaitu adanya struktur dan pola yang jelas dalam penyerangan serta pressing yang terlihat intens dan rapi. Namun, seperti yang dikhawatirkan oleh para fans United, masalah ruang ganti yang tidak kondusif segera muncul dan aktor utamanya adalah tentu saja Ronaldo yang tidak terima beberapa kali tidak menjadi pilihan utama dalam skuad. bukan tanpa sebab Ten Hag melakukan hal tersebut kepada Ronaldo, ia menganggap Ronaldo tidak dapat menyesuaikan diri terhadap taktik yang ingin ia terapkan di United. salah satu nya adalah Ronaldo “malas” untuk melakukan pressing. berkat hal tersebut, intrik antara Ten Hag dan Ronaldo pun tak terhindarkan hingga puncaknya adalah ketika Ronaldo memutuskan untuk membuka lebar-lebar permasalahan ruang ganti United melalui Podcast milik Piers Morgan. podcast yang begitu menggemparkan dunia saat itu, bukan karena isinya, melainkan karena Ronaldo yang memilih untuk mengambil keputusan membeberkan ruang ganti United yang dianggap para pengamat sepak bola sebagai perbuatan yang kurang “elok” untuk dilakukan oleh seorang mega bintang seperti Ronaldo. akibat Podcast tersebut, akhirnya mau tidak mau, suka tidak suka, klub harus memilih apakah mempertahankan Ronaldo atau mempertahankan Ten Hag. Meski Ronaldo berstatus sebagai seorang Legenda di Manchester United, tapi, berkat perbuatannya yang kurang “elok” tersebut lah yang membuat klub lebih memilih untuk mempertahankan Ten Hag ketimbang dirinya.
Saga Ronaldo dan Ten Hag memang sudah usai, tetapi, cerita tentang Manchester United yang sudah membusuk dari dalam tentu masih jauh dari usai. Setengah musim awal Ten Hag melatih memang membakar jiwa-jiwa pesimis para penggemar Manchester United dengan struktur, pola, serta intensitas yang jauh lebih baik meski memang masih terkendala oleh kualitas pemain yang belum terbiasa bermain di sistem tersebut. Namun, entah apa yang terjadi di dalam kepala Ten Hag, Plan A berupa permainan umpan-umpan pendek, penguasaan bola dominan, dan pressing tinggi yang intens malah ia tinggalkan demi taktik reaktif berupa permainan direct mengandalkan transisi yang sebenarnya merupakan plan B. ia bahkan berkoar-koar untuk menjadikan Manchester United sebagai tim dengan transisi terbaik sedunia. memang, mau itu taktik posession atau direct tidak terlalu menjadi hal yang memusingkan bagi para Mancunian. yang terpenting adalah bagaimana taktik tersebut dapat mengantarkan mereka kembali ke posisi mereka seharusnya. Tetapi, hati mana yang tersakiti ketika janji lagi-lagi tidak ditepati. Janji permainan inisiatif dengan pressing tinggi serta mendominasi penguasaan malah berganti menjadi permainan reaktif mengandalkan transisi atau dalam bahasa kasar “Cuma Nunggu Counter”.
Seperti yang diduga-duga oleh jiwa-jiwa para penggemar Manchester United yang tersakiti, seperti yang sudah diterka-terka oleh para penggemar klub-klub rival Manchester United, satu setengah musim yang Ten Hag jalani dengan menggunakan taktik plan B tersebut malah membuat Manchester United kembali berjumpalitan hingga tersungkur sambil ditertawakan. di musim 2023/2024 ia hanya bisa membawa Manchester United finis di posisi delapan jauh berbeda dengan musim 2022/2023 dimana mereka berhasil merengkuh posisi 3 dengan solid.
Akhirnya, di musim 2024/2025 yang bahkan belum berjalan setengah musim, di bawah kepemimpinan Sir Jim Ratcliffe yang baru saja menjadi pemiilik utama menggantikan Glazer, Ten Hag dipecat setelah takluk di kandang melawan West Ham dengan skor 1–2. ada yang menghela napas lega, ada yang menghela napas tidak terima, tapi lebih banyak lagi yang bermuka ceria penuh tawa. Rumor-rumor pelatih baru pun mulai bermunculan mulai dari Pelatih Botak lainnya yaitu Zinedine Zidane hingga daun muda yang memang sedang hangat menjadi perbincangan seperti Ruben Amorim dengan Sporting Lisbonnya yang bergairah.
Tan Malaka pernah mengatakan atau menulis “terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk” yang memiliki makna bahwa perubahan memang tidak bisa dilakukan secara instan. bahkan seringkali justru harus dengan kesabaran tiada batas dan ketahanan yang begitu keras. Namun, semakin kesini para penggemar Manchester United mulai putus asa dengan slogan ini. makin kesini justru slogan yang nampaknya lebih pas adalah “Terbentur, Terbentur, Terbentur, Tersungkur, dan Terpekur”