Olok-Olok Cinta Manusia Modern Oleh Himmel Sang Pahlawan

Rafly Muhammad
4 min readJan 7, 2024

--

Semua orang “merasa” mengenal cinta dengan cara-cara mereka sendiri. Ada mereka yang mengenal cinta sebagai kenikmatan dan kebahagiaan tiada tara yang memeluk hangat juga erat hati mereka. Ada pula mereka yang mengenal cinta sebagai penyayat hati yang lukanya selalu berdenyut dan takkan pernah hilang sepanjang hayat. Meski berbeda, namun keduanya sama-sama menyutujui satu hal bahwa cinta memang sesuatu hal yang luar biasa. Cinta mampu membuat seseorang bahagia sepanjang hari hanya dengan satu kalimat sapaan di pagi hari. Juga sebaliknya, cinta mampu membuat seseorang murung sepanjang hari hanya karena tak disapanya di pagi hari. Ia begitu lembut dan hangat sekaligus bengis tak berperasaan secara bersamaan.

Cinta mengikis ego mereka yang dipeluknya. tindak setindak hingga yang tertinggal hanyalah yang dicintai. Seperti Ikhlas, cinta tak mengharap balas. Ia cukup dan tulus. Mencintai tak mesti dicintai, dicintai tak wajib membalasi. Begitulah semestinya cinta dikenali.

Namun, era modern mengenal cinta sebagai bentuk yang lain. Cinta dikenali sebagai bentuk hubungan berdasarkan untung rugi. Ia tak dapat dianggap tulus dan paripurna jika tidak ada balasan yang diberi. Mencintai haruslah dicintai dan dicintai maka wajib mencintai. Kepemilikan menjadi sebuah kemutlakan bagi manusia era ini.

Dalam bukunya “The Art of Loving”, Erich Fromm melihat bahwa manusia-manusia modern mengenal cinta menjadi empat karakter, yaitu: Reseptif atau cinta yang pilih-pilih, Eksploitatif atau cinta yang memanfaatkan , Penimbun atau cinta kepemilikan, dan Pasar atau cinta untung rugi. Keempat karakter tersebut merupakan bentuk cinta yang rendah, kerdil, bahkan cenderung nista. Lalu, bagaimana seharusnya cinta yang agung tersebut dikenali?

Himmel Sang Pahlawan, seorang pria yang bersahabat karib dengan cinta. Pertama kali Himmel berkenalan dengan cinta adalah ketika ia bertemu dengan Frieren, seorang penyihir ras Elf berumur kurang lebih 1000 tahun yang ia temui dalam rangka mencari rekan untuk mengalahkan Raja Iblis.

Meski Frieren berulang kali menolak ajakannya. Namun, ia tetap bersikukuh untuk mengajaknya. Ada suatu getaran halus dalam hatinya yang menuntunnya untuk tidak menyerah mengajak Frieren dan akhirnya Frieren pun menerima ajakannya untuk pergi mengalahkan Raja Iblis.

Di awal-awal cerita, Himmel diperlihatkan sebagai seorang yang begitu akrab dengan rekan-rekannya tidak terkecuali Frieren. Namun beberapa adegan memperlihatkan bahwa Himmel berinteraksi sedikit berbeda kepada Frieren ketimbang rekannya yang lain. ia terlihat lebih lembut, lebih hangat, dan lebih perhatian kepada Frieren.

Sepanjang berjalannya cerita, interaksi Himmel yang sedikit berbeda terhadap Frieren ini perlahan-lahan semakin terungkap melalui kilasan-kilasan kenangan Frieren akannya. Kenangan-kenangan tersebut mengindikasikan satu hal bahwa Himmel mencintai Frieren . Bukan, bukan cinta yang berlevel rendah, kerdil, atau bahkan cenderung nista milik para manusia modern. Himmel mencintai Frieren dengan sebenar-benarnya cinta. Meski Himmel tidak pernah menyatakan cintanya secara langsung kepada Frieren namun bagi mereka yang melihat tentu dapat menyadari bagaimana tingkah laku dan tutur kata Himmel kepada Frieren sangat dipenuhi semerbak harumnya cinta.

Himmel mengenal cinta sebagai suatu rasa yang agung, hangat, dan tanpa pamrih. dimana balasan bukanlah suatu keharusan melainkan hanya bonus tambahan. Mencintai tak mesti dicintai dan dicintai tak wajib mencintai. Hal ini ditunjukkan oleh Himmel lewat sikapnya yang tetap mencintai Frieren meski Frieren nampak tidak menanggapi kembali cintanya. Tidak seperti cinta manusia modern yang ketika tidak mendapat balasan maka ia tak patut dipertahankan.

Sisi lain yang juga dikenali Himmel dari cinta yaitu cinta sebagai pengikis ego manusia. bagi mereka yang benar-benar mengenal cinta, cinta akan mengikis “Aku” di dalam diri seseorang secara perlahan hingga hanya tersisa “Kamu” yaitu orang yang dicintai. Hal ini juga diperlihatkan oleh Himmel dalam salah satu adegan ketika ia menjelaskan kepada Frieren mengenai alasan ia banyak membuat patung di berbagai tempat.

“Aku ingin orang-orang mengingatku. Namun, alasan yang paling utama adalah agar kamu tidak sendirian di masa depan. Kami tidak hidup selama dirimu, kamu tau.”

Himmel tentu mengetahui bahwa umur manusia tak dapat dibandingkan dengan elf. Ia juga sadar bahwa melihat perangai Frieren yang cenderung kurang bersosialisasi, Himmel khawatir di masa depan Frieren akan merasa kesepian ketika dirinya juga rekan-rekannya telah tiada. Keterhubungan dengan makhluk lain adalah hal yang fitrah bagi manusia (mungkin juga elf). Berdasarkan hal tersebut maka kesepian tentu menjadi musuh utama yang menakutkan juga menyeramkan. oleh sebab itu, salah satu cara yang Himmel dapat lakukan untuk membantu meringankan kesepian yang akan diderita oleh Frieren di masa depan adalah dengan membuat patung dirinya di berbagai tempat. Bukan karena “Aku” tapi demi “Kamu”.

Di zaman dimana cerita-cerita cinta yang kerdil nan pamrih begitu digaungkan, cerita tentang Himmel yang mencintai Frieren muncul seakan sebagai bentuk kejengahan dan olok-olok kepada para manusia modern yang mengenali cinta dengan salah.

Seperti bagaimana Himmel mengenali cinta, cinta harusnya dikenali sebagai suatu rasa yang agung, hangat, tulus, juga sebagai pengikis ego yang dipeluknya. Bukan cinta yang kerdil, dingin, pamrih, dan sebagai pemuas ego yang dihinggapinya.

--

--

Rafly Muhammad
Rafly Muhammad

Written by Rafly Muhammad

0 Followers

Orang Biasa di Pinggiran IKN

No responses yet